Senin, 03 Juli 2017

Bagaimana Perkawinan ala Kraton Jogja, tahapannya dan silsila turunanya

Sekapur Sirih Tentang Kraton Jogjakarta


12 Tahap Prosesi Pernikahan Agung Keraton Yogyakarta


Sebagai bagian dari warisan budaya, beberapa prosesi adat dalam pernikahan ini dipertahankan. Prosesi pernikahan agung ini bahkan memiliki 12 tahapan. Bagaimana prosesnya, berlangsung? Berikut tahapan prosesinya :

Nyekar - Makam Panembahan Senopati
Ini adalah sebuah tradisi mengunjungi makam-makam leluhur yang telah tiada. Leluhur dikirimkan doa agar diampuni segala dosa-dosanya, dan diberikan tempat terbaik di sisi Tuhan.

Nyantri - Bangsal Kasatriyan dan Sekar Kedhaton
Prosesi ini bertujuan untuk mengenalkan calon menantu kepada Kraton Yogyakarta. Calon menantu akan diajari bagaimana hidup sebagai bagian dari Kraton Yogyakarta. Melalui Nyantri, keseharian dan perilaku calon menantu juga akan dinilai.

Siraman - Bangsal Kasatriyan dan Sekar Kedhaton

Siraman dilakukan setelah upacara Nyantri. Calon pengantin dimandikan agar menjadi bersih dan murni, atau suci lahir dan batin. Calon mempelai wanita melakukan upacara siraman di Bangsal Sekar Kedhaton, sedangkan calon mempelai pria di Bangsal Kasatriyan.

Majang Pasareyan, Tarub, dan Bleketepe - Gedong Proboyekso, Pagelaran, Kuncung Tratag Bangsal Kencana

Tarub terdiri atas pisang, tuwuhan (padi, kelapa, dan palawija), diletakkan di sekitar sudut keraton. Sedangkan Bleketepe adalah daun kelapa yang dianyam, dipasang di Kuncung Tratag Bangsal Kencana Wetan.

Sementara itu, di luar sedang sibuk memasang Tarub dan Bleketepe. Pada waktu yang sama, ada prosesi Majang Pasareyan atau menghias kamar pengantin.

Tantingan - Bangsal Prabayeksa
Tantingan akan dilaksanakan malam hari setelah salat Isya. Dalam upacara ini, Sultan didampingi Permaisuri dan putri-putrinya, memastikan kesiapan calon mempelai wanita untuk menikah dengan calon yang sudah dipilihnya.

Midodareni - Bangsal Kasatriyan dan Sekar Kedhaton
Midodareni adalah malam lajang terakhir bagi kedua calon mempelai. Di sini, kedua calon akan ditemani oleh kerabat-kerabatnya. Midodareni berarti bidadari, calon mempelai wanita harus tidur setelah jam 12 malam untuk menanti datangnya bidadari. Mitosnya, kecantikan bidadari dianugerahkan kepada mempelai.

Akad Nikah - Masjid Panepen Kraton Yogyakarta
Akad Nikah dilakukan di Masjid Panepen Kraton Yogyakarta. Yang boleh hadir hanya calon mempelai pria dan keluarga, serta Sri Sultan beserta keluarga, tanpa calon mempelai wanita.

Panggih - Tratag Bangsal Kencana
Upacara Panggih dilakukan setelah Akad Nikah. Pada prosesi ini, kedua mempelai dipertemukan untuk pertama kali setelah mereka resmi jadi suami istri.

Tampa Kaya dan Damar Klimah - Bangsal Kasatriyan
Tampa Kaya dan Damar Klimah menyusul upacara Panggih. Pada prosesi ini, mempelai pria akan memberikan sebungkus harta yang berisi koin emas dan segala ubarampe berupa berbagai macam benih, beras, dan uang receh. Makna yang terkandung, seorang suami bertugas untuk memberikan nafkah kepada istrinya.

Kirab - Kepatihan
Orangtua mengantar kedua mempelai menuju pelaminan pada prosesi ini. Kirab dilakukan dengan iring-iringan kereta kuda yang disertai dengan arak-arakan prajurit. Prosesi ini dilakukan dari Kraton menuju Gedung Kepatihan.

Resepsi - Kepatihan

Resepsi dimeriahkan oleh tarian adat yang menarik, yaitu Tarian Bedhaya Manten dan kemudian Tarian Lawung Ageng. Acara Resepsi akan berlangsung dengan ketentuan adat Kraton Yogyakarta dengan nuansa tosca-lavender.

Pamitan - Gedhong Jene 

 
Pamitan dilakukan setelah Resepsi, sekaligus menjadi penutup rangkaian upacara. Dalam upacara ini, Sri Sultan Hamengku Buwono X akan menyampaikan beberapa pesan dan nasihat kepada kedua mempelai, sebagai bekal untuk mengarungi rumah tangga.


Patung yang ada di Kraton Jogjakarta, terkait dengan gendhong Jene



Kraton Yogyakarta adalah istana resmi Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat yang berlokasi di jantung Kota Yogyakarta. Walaupun kesultanan tersebut secara resmi telah bergabung dalam NKRI pada tahun 1950,

namun kompleks keraton ini masih berfungsi sebagai tempat tinggal Sultan dan rumah tangganya yang masih menjalankan tradisi kesultanan hingga saat ini. Kraton ini kini juga merupakan salah satu objek wisata favorite yang paling sering dikunjungi dikota Jogja.

 
Sebagian kompleks kraton juga merupakan museum yang menyimpan berbagai koleksi milik kesultanan, termasuk berbagai pemberian dari raja raja Eropha, replika pusaka keraton, kereta kencana dan gamelan. Dari segi bangunannya keraton ini merupakan salah satu contoh arsitektur istana jawa yang terbaik, memiliki beberapa balairung mewah dan lapangan serta paviliun yang luas.
Tau yang namanya balaiirung? Balairung adalah Tempat raja dihadap rakyatnya. (dalam kamus bahasa Indonesia Di Yogjakarta dan Surakarta disebut Bangsal Kencana).

Kraton Yogyakarta didirikan oleh Sultan Hamengku Buwono I pada tahun 1977.Lokasi keraton ini konon adalah bekas sebuah pesanggrahan yang bernama Garjitawati. Pesanggrahan ini digunakan untuk istirahat para iring iringan jenazah raja raja Mataram yang akan dikebumikan di Imogiri.

Beberapa Kesultanan I sd dengan saat ini bisa dilihat dari gambar gambar dibawah ini

Silsilah Lengkap Raja-raja Ngayogyakarta Hadiningrat

Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat merupakan sedikit dari peninggalan sejarah kerajaan-kerajaan di Nusantara yang masih hidup hingga kini, dan masih mempunyai pengaruh luas di kalangan rakyatnya. Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat didirikan oleh Pangeran Mangkubumi yang kemudian bergelar Sri Sultan Hamengkubuwono I pada tahun 1755. Pemerintah Hindia Belanda mengakui Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat sebagai kerajaan dengan hak mengatur rumah tangga sendiri. Semua itu dinyatakan di dalam kontrak politik. Kontrak politik terakhir Kasultanan tercantum dalam Staatsblad 1941, No. 47. Berikut ini merupakan Sultan-sultan yang memerintah di Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat sejak awal didirikan hingga sekarang adalah :

1. Sultan Hamengku Buwono ISultan Hamengku Buwono I (6 Agustus 1717 – 24 Maret 1792)
terlahir dengan nama Raden Mas Sujana yang merupakan adik Susuhunan Mataram II Surakarta. Sultan Hamengkubuwana I dalam sejarah terkenal sebagai Pangeran Mangkubumi pada waktu sebelum naik tahta kerajaan Ngayogyakarta, beliau adalah putra Sunan Prabu dan saudara muda Susuhunan Pakubuwana II. Karena berselisih dengan Pakubuwana II, masalah suksesi, ia mulai menentang Pakubuwana II (1747) yang mendapat dukungan Vereenigde Oost Indische Compagnie atau lebih terkenal sebagai Kompeni Belanda (perang Perebutan Mahkota III di Mataram). Dalam pertempurannya melawan kakaknya, Pangeran Mangkubumi dengan bantuan panglimanya Raden Mas Said, terbukti sebagai ahli siasat perang yang ulung, seperti ternyata dalam pertempuran-pertempuran di Grobogan, Demak dan pada puncak kemenangannya dalam pertempuran di tepi Sungai Bagawanta. Disana Panglima Belanda De Clerck bersama pasukannya dihancurkan (1751). peristiwa lain yang penting menyebabkan Pangeran Mangkubumi tidak suka berkompromi dengan Kompeni Belanda. Pada tahun 1749 Susuhunan Pakubuwana II sebelum mangkat menyerahkan kerajaan Mataram kepada Kompeni Belanda; Putra Mahkota dinobatkan oleh Kompeni Belanda menjadi Susuhunan Pakubuwana III. Kemudian hari Raden Mas Said bercekcok dengan Pangeran Mangkubumi dan akhirnya diberi kekuasaan tanah dan mendapat gelar pangeran Mangkunegara. Pangeran Mangkubumi tidak mengakui penyerahan Mataram kepada Kompeni Belanda. Setelah pihak Belanda beberapa

2. Sultan Hamengku Buwono IIHamengkubuwono II (7 Maret 1750 – 2 Januari 1828)
terkenal pula dengan nama lainnya Sultan Sepuh. Dikenal sebagai penentang kekuasaan Belanda, antara lain menentang gubernur jendral Daendels dan Raffles, sultan menentang aturan protokoler baru ciptaan Daendels mengenai alat kebesaran Residen Belanda, pada saat menghadap sultan misalnya hanya menggunakan payung dan tak perlu membuka topi, perselisihan antara Hamengkubuwana II dengan susuhunan surakarta tentang batas daerah kekuasaan juga mengakibatkan Daendels memaksa Hamengkubuwono II turun takhta pada tahun 1810 dan untuk selanjutnya bertahta secara terputus-putus hingga tahun 1828 yaitu akhir 1811 ketika Inggris menginjakkan kaki di jawa (Indonesia) sampai pertengahan 1812 ketika tentara Inggris menyerbu keraton Yogyakarta dan 1826 untuk meredam perlawanan Diponegoro sampai 1828. Hamengkubuwono III, Hamengkubuwono IV dan Hamengkubuwono V sempat bertahta saat masa hidupnyaSri Sultan Hamengku Buwono II. Saat menjadi putra mahkota beliau mengusulkan untuk dibangun benteng kraton untuk menahan seragan tentara inggris. Tahun 1812 Raffles menyerbu Yogyakarta dan menangkap Sultan Sepuh yang kemudian diasingkan di Pulau Pinang kemudian dipindah ke Ambon.

3. Sultan Hamengku Buwono IIIHamengkubuwana III (1769 – 3 November 1814)
adalah putra dari Hamengkubuwana II (Sultan Sepuh). Hamengkubuwana III memegang kekuasaan pada tahun 1810. Setahun kemudian ketika Pemerintah Belanda digantikan Pemerintah Inggris di bawah pimpinan Letnan Gubernur Raffles, Sultan Hamengkubuwana III turun tahta dan kerajaan dipimpin oleh Sultan Sepuh (Hamengkubuwana II) kembali selama satu tahun (1812). Pada masa kepemimpinan Sultan Hamengkubuwana III keraton Yogyakarta mengalami kemunduran yang besar-besaran. Kemunduran-kemunduran tersebut antara lain :1. Kerajaan Ngayogyakarta diharuskan melepaskan daerah Kedu, separuh Pacitan, Japan, Jipang dan Grobogan kepada Inggris dan diganti kerugian sebesar 100.000 real setahunnya.2. Angkatan perang kerajaan diperkecil dan hanya beberapa tentara keamanan keraton.3. Sebagian daerah kekuasaan keraton diserahkan kepada Pangeran Notokusumo yang berjasa kepada Raffles dan diangkat menjadi Pangeran Adipati Ario Paku Alam I. Pada tahun 1814 Hamengkubuwana III mangkat dalam usia 43 tahun.


4. Sultan Hamengku Buwono IVHamengkubuwono IV (3 April 1804 – 6 Desember 1822)

sewaktu kecil bernama BRM Ibnu Jarot, diangkat sebagai raja pada usia 10 tahun, karenanya dalam memerintah didampingi wali yaitu Paku Alam I hingga tahun 1820. Pada masa pemerintahannya diberlakukan sistem sewa tanah untuk swasta tetapi justru merugikan rakyat. Pada tahun 1822 beliau wafat pada saat bertamasya sehingga diberi gelar Sultan Seda Ing Pesiyar (Sultan yang meninggal pada saat berpesiar).

5. Sultan Hamengku Buwono V  Hamengkubuwono V (25 Januari 1820 – 1826 dan 1828 – 4 Juni 1855)

bernama kecil Raden Mas Menol dan dinobatkan sebagai raja di kesultanan Yogyakarta dalam usia 3 tahun. Dalam memerintah beliau dibantu dewan perwalian yang antara lain beranggotakan Pangeran Diponegoro sampai tahun 1836. Dalam masa pemerintahannya sempat terjadi peristiwa penting yaitu Perang Jawa atau Perang Diponegoro yang berlangsung 1825 – 1830. Setelah perang selesai

angkatan bersenjata Kesultanan Yogyakarta semakin diperkecil lagi sehingga jumlahnya menjadi sama dengan sekarang ini. Selain itu angkatan bersenjata juga mengalami demiliterisasi dimana jumlah serta macam senjata dan personil serta perlengkapan lain diatur oleh Gubernur Jenderal Belanda untuk mencegah terulangnya perlawanan kepada Belanda seperti waktu yang lalu. Beliau mangkat pada tahun 1855 tanpa meninggalkan putra yang dapat menggantikannya dan tahta diserahkan pada adiknya. 



6. Sultan Hamengku Buwono VISultan Hamengku Buwono VI (19 Agustus 1821 – 20 Juli 1877)
adalah adik dari Hamengkubuwono V. Hamengkubuwono VI semula bernama Pangeran Adipati Mangkubumi. Kedekatannya dengan Belanda membuatnya mendapat pangkat Letnan Kolonel pada tahun 1839 dan Kolonel pada tahun 1847 dari Belanda. 

 

 7. Sultan Hamengku Buwono VII


 Nama aslinya adalah Raden Mas Murtejo, putra Hamengkubuwono VI yang lahir pada tanggal 4 Februari 1839. Ia naik takhta menggantikan ayahnya sejak tahun 1877. Pada masa pemerintahan Hamengkubuwono VII, banyak didirikan pabrik gula di Yogyakarta, yang seluruhnya berjumlah 17 buah. Setiap pendirian pabrik memberikan peluang kepadanya untuk menerima dana sebesar Rp 200.000,00. Hal ini mengakibatkan Sultan sangat kaya sehingga sering dijuluki Sultan Sugih. Masa pemerintahannya juga merupakan masa transisi menuju modernisasi di Yogyakarta. Banyak sekolah modern didirikan. Ia bahkan mengirim putra-putranya belajar hingga ke negeri Belanda. Pada tanggal 29 Januari 1920 Hamengkubuwono VII yang saat itu berusia lebih dari 80 tahun memutuskan untuk turun tahta dan mengangkat putra mahkota sebagai penggantinya. Konon peristiwa ini masih dipertanyakan keabsahannya karena putera mahkota (GRM. Akhadiyat) yang seharusnya menggantikan tiba-tiba meninggal dunia dan sampai saat ini belum jelas penyebab kematiannya. Dugaan yang muncul ialah adanya keterlibatan pihak Belanda yang tidak setuju dengan putera Mahkota pengganti Hamengkubuwono VII yang terkenal selalu menentang aturan-aturan yang dibuat pemerintah Batavia. Biasanya dalam pergantian tahta raja kepada putera mahkota ialah menunggu sampai sang raja yang berkuasa meninggal dunia. Namun kali ini berbeda karena pengangkatan Hamengkubuwono VIII dilakukan pada saat Hamengkubuwono VII masih hidup, bahkan menurut cerita masa lalu sang ayah diasingkan oleh anaknya pengganti putera mahkota yang wafat ke Keraton di luar keraton Yogyakarta. Hamengkubuwono VII dengan besar hati mengikuti kemauan sang anak (yang di dalam istilah Jawa disebut mikul dhuwur mendhem jero) yang secara politis telah menguasai kondisi di dalam pemerintahan kerajaan. Setelah turun tahta, Hamengkubuwono VII pernah mengatakan "Tidak pernah ada Raja yang mati di keraton setelah saya" yang artinya masih dipertanyakan. Sampai saat ini ada dua raja setelah dirinya yang meninggal di luar keraton, yaitu Hamengkubuwono VIII meninggal dunia di tengah perjalanan di luar kota dan Hamengkubuwono IX meninggal di Amerika Serikat. Bagi masyarakat Jawa adalah suatu kebanggaan jika seseorang meninggal di rumahnya sendiri. Hamengkubuwono VII meninggal di keraton pada tanggal 30 Desember 1931 dan dimakamkan di Imogiri. Versi lain mengatakan bahwa Hamengkubuwono VII meminta pensiun kepada Belanda untuk madeg pandito (menjadi pertapa) di Pesanggrahan Ngambarukmo (sekarang Ambarukmo). Sampai saat ini bekas pesanggrahan itu masih ada dan di sebelah timurnya dulu pernah berdiri Hotel Ambarukmo yang sekarang sudah tidak ada lagi. 

8. Sultan Hamengku Buwono VIII 


Sri Sultan Hamengkubuwono VIII (Kraton Yogyakarta Adiningrat, 3 Maret 1880 – Kraton Yogyakarta Adiningrat, 22 Oktober 1939) adalah salah seorang raja yang pernah memimpin di Kesultanan Yogyakarta. Dinobatkan menjadi Sultan Yogyakarta pada tanngal 8 Februari 1921. Pada masa Hamengkubuwono VIII, Kesultanan Yogyakarta mempunyai banyak dana yang dipakai untuk berbagai kegiatan termasuk membiayai sekolah-sekolah kesultanan.Putra-putra Hamengkubuwono VIII banyak disekolahkan hingga perguruan tinggi, banyak diantaranya di Belanda. Salah satunya adalah GRM Dorojatun, yang kelak bertahta dengan gelar Hamengkubuwono IX, yang bersekolah di Universitas Leiden.Pada masa pemerintahannya, beliau banyak mengadakan rehabilitasi bangunan kompleks keraton Yogyakarta. Salah satunya adalah bangsal Pagelaran yang terletak di paling depan sendiri (berada tepat di selatan Alun-alun utara Yogyakarta). Bangunan lainnya yang rehabilitasi adalah tratag Siti Hinggil, Gerbang Donopratopo, dan Masjid Gedhe. Beliau meninggal pada tanggal 22 Oktober 1939 di RS Panti Rapih Yogyakarta karena menderita sakit. 
9. Sultan Hamengku Buwono IXSri Sultan Hamengkubuwono IX (Yogyakarta, 12 April 1912-Washington, DC, AS, 1 Oktober 1988) 

 adalah salah seorang raja yang pernah memimpin di Kasultanan Yogyakarta dan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta. Beliau juga Wakil Presiden Indonesia yang kedua antara tahun 1973-1978. Beliau juga dikenal sebagai Bapak Pramuka Indonesia, dan pernah menjabat sebagai Ketua Kwartir Nasional Gerakan Pramuka.Lahir di Yogyakarta dengan nama GRM Dorojatun, Hamengkubuwono IX adalah putra dari Sri Sultan Hamengkubuwono VIII dan Raden Ajeng Kustilah. Diumur 4 tahun Hamengkubuwono IX tinggal pisah dari keluarganya. Dia memperoleh pendidikan di HIS di Yogyakarta, MULO di Semarang, dan AMS di Bandung. Pada tahun 1930-an beliau berkuliah di Universiteit Leiden, Belanda ("Sultan Henkie"). Hamengkubuwono IX dinobatkan sebagai Sultan Yogyakarta pada tanggal 18 Maret 1940 dengan gelar "Sampeyan Dalem Ingkang Sinuhun Kanjeng Sultan Hamengkubuwono Senopati Ing Alogo Ngabdurrokhman Sayidin Panatagama Khalifatullah ingkang Jumeneng Kaping Songo". Beliau merupakan sultan yang menentang penjajahan Belanda dan mendorong kemerdekaan Indonesia. Selain itu, dia juga mendorong agar pemerintah RI memberi status khusus bagi Yogyakarta dengan predikat "Istimewa".Sejak 1946 beliau pernah beberapa kali menjabat menteri pada kabinet yang dipimpin Presiden Soekarno. Jabatan resminya pada tahun 1966 adalah ialah Menteri Utama di bidang Ekuin. Pada tahun 1973 beliau diangkat sebagai wakil presiden. Pada akhir masa jabatannya pada tahun 1978, beliau menolak untuk dipilih kembali sebagai wakil presiden dengan alasan kesehatan. Namun, ada rumor yang mengatakan bahwa alasan sebenarnya ia mundur adalah karena tak menyukai Presiden Soeharto yang represif seperti pada Peristiwa Malari dan hanyut pada KKN. Minggu malam pada 1 Oktober 1988 ia wafat di George Washington University Medical Centre, Amerika Serikat dan dimakamkan di pemakaman para sultan Mataram di Imogiri. 

10. Sultan Hamengku Buwono XSri Sultan Hamengkubuwono X (Kraton Yogyakarta Hadiningrat, 2 April 1946 – sekarang) 

adalah salah seorang raja yang pernah memimpin di Kasultanan Yogyakarta dan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta sejak 1998. Hamengkubuwono X lahir dengan nama BRM Herjuno Darpito. Setelah dewasa bergelar KGPH Mangkubumi dan setelah diangkat sebagai putra mahkota diberi gelar KGPAA Hamengku Negara Sudibyo Rajaputra Nalendra ing Mataram. Hamengkubuwono X adalah seorang lulusan Fakultas Hukum UGM dan dinobatkan sebagai raja pada tanggal 7 Maret 1989 (Selasa Wage 19 Rajab 1921) dengan gelar resmi Sampeyan Dalem ingkang Sinuhun Kanjeng Sri Sultan Hamengku Buwono Senapati ing Alogo Ngabdurrokhman Sayidin Panatagama Khalifatullah ingkang Jumeneng Kaping Dasa. Hamengkubuwono X aktif dalam berbagai organisasi dan pernah memegang berbagai jabatan diantaranya adalah ketua umum Kadinda DIY, ketua DPD Golkar DIY, ketua KONI DIY, Dirut PT Punokawan yang bergerak dalam bidang jasa konstruksi, Presiden Komisaris PG Madukismo, dan pada bulan Juli 1996 diangkat sebagai Ketua Tim Ahli Gubernur DIY.
Setelah Paku Alam VIII wafat, dan melalui beberapa perdebatan, pada 1998 beliau ditetapkan sebagai Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta dengan masa jabatan 1998-2003. Dalam masa jabatan ini Hamengkubuwono X tidak didampingi Wakil Gubernur. Pada tahun 2003 beliau ditetapkan lagi, setelah terjadi beberapa pro-kontra, sebagai Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta untuk masa jabatan 2003-2008. Kali ini beliau didampingi Wakil Gubernur yaitu Paku Alam IX. Sejak menggantikan ayahnya, Sri Sultan Hamengku Buwono IX yang meninggal di Amerika, 8 Oktober 1988, Ngersa Dalem, demikian ia biasa disapa, dikenal sebagai sosok yang dekat dengan rakyatnya. Dalam suatu kesempatan, ia pernah mengatakan, keberpihakan pada rakyat itu tetap harus dilakukan sebagai suatu panggilan. "Saya harus membentuk jati diri untuk tumbuh dan mengembangkan wawasan untuk keberpihakan itu sendiri sebagai suatu kewajiban yang harus dilakukan. Selain itu, masyarakat juga agar mengetahui setiap gerak langkah saya dalam membentuk jati diri, dan rakyat diberi kesempatan untuk melihat bener atau tidak, mampu atau tidak, sependapat atau tidak, dan sebagainya", ujuarnya. Keberpihakannya pada rakyat ini memang terbukti. Pada 14 Mei 1998, ketika gelombang demontrasi mahasiswa semakin membesar, Sultan mengatakan, "Saya siap turun ke jalan". Ia benar-benar tampil dan berpidato di berbagai tempat menyuarakan pembelaan pada rakyat, sambil berpesan "Jogja harus menjadi pelopor gerakan reformasi secara damai, tanpa kekerasan".Aksi turun ke jalan yang dilakukan Sri Sultan HB X itu bukan tanpa alasan. "Jika pemimpin tidak benar, kewajiban saya untuk mengingatkan. 




Demikian sedikit kutipan dari beberapa sumber yang ada di media sosial, semoga sedikit memberikan gambar tentang goresan kesultanan yang ada hingga kini.








"PAHLAWAN ENERGY"

    kesibukan rutinitas yang sangat padat, memastikan bahwa penyaluran gas yang terdistribusi dengan baik, dan memastikan tidak ada compl...